Ustaz Cabuli Empat Santriwati Modus Minta Jaga Nenek Dilombok Pimpinan ponpes bersama anaknya dan ustaz di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB),
mencabuli 4 santriwatinya. Aksi bejat itu dilakukan dengan modus meminta para korban menjaga nenek pimpinan ponpes yang sakit Korban juga dicabuli dengan alasan mengajak salat tahajud.
Peristiwa ini terungkap setelah salah satu korban melapor kepada orang tuanya, yang kemudian membawa kasus ini ke pihak berwajib.
Ustaz Cabuli Empat Santriwati
Pelaku menggunakan modus manipulatif dengan alasan meminta para santriwati menjaga neneknya yang tinggal di asrama ponpes tersebut
Saat para korban berada di sana, pelaku diduga memanfaatkan situasi untuk melancarkan aksi bejatnya.
ketiga pelaku tersebut telah ditetapkan tersangka per tanggal 11 Desember 2024 dan kini telah ditahan. Adapun ketiga tersangka yakni pemimpin ponpes inisial HS,
anaknya berinisial WM, dan seorang ustaz Cabul inisial AM.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lombok Barat Ipda Dhimas Prabowo mengatakan perbuatan
bejat itu terjadi di rumah HS dan dalam waktu berbeda-beda. Tiga orang dicabuli dan satu orang sampai disetubuhi.
“Jadi korban persetubuhan ini satu orang dan korban pencabulan itu ada tiga orang. Sementara yang sudah dimintai keterangan,” jelas Dhimas, Sabtu (28/12/2024).
WM menyetubuhi satu korban di dalam kamarnya. Posisi kamar itu berdekatan dengan kamar orang tuanya, HS. Para korban diminta untuk datang ke rumah tempat
tinggal keluarga pimpinan ponpes itu untuk menjaga nenek HS atau nenek buyut WM yang sedang sakit.
“Jadi para korban ini diminta menjaga nenek dari HS atau buyut dari WM yang sedang sakit di kediaman HS,” lanjut Dhimas.
Saat para korban beristirahat, ketiga pelaku bergantian meraba-raba bagian tubuh korban. Ketika korban terbangun, para pelaku beralasan hendak membangunkan mereka
untuk salat tahajud. Sedangkan salah satu korban yang sampai disetubuhi diajak ke dalam kamar WM.
Para tersangka menanamkan doktrin kepada para korban dengan kalimat ‘samina wa athona’ atau berarti kami dengar dan patuh. Ketika ada yang mencoba melapor,
tersangka mengancam akan melaporkan mereka kembali dengan tuduhan pencemaran nama baik.