
Tiga Korban Perdagangan Orang Warga Aceh Di Laos Dipulangkan warga Aceh yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Laos akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia setelah berhasil melarikan diri dari tempat mereka bekerja. Ketiga korban dilaporkan mengalami eksploitasi sebagai penipu daring (scammer) dan kerap mendapatkan perlakuan kasar selama berada di sana.
Para korban tersebut diketahui berinisial HP (26) dan RM (19) asal Bireuen serta AS (27) asal Lhokseumawe. Keberadaan mereka di Laos pertama kali terungkap setelah pihak keluarga melaporkan kasus ini kepada anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Aceh, Sudirman Haji Uma, guna meminta bantuan dalam upaya pemulangan mereka.
Tiga Korban Perdagangan Orang Warga Aceh
Haji Uma menjelaskan bahwa pihak keluarga melaporkan bahwa ketiga korban telah berhasil melarikan diri dari perusahaan tempat mereka dipekerjakan dan mencari perlindungan di kantor imigrasi setempat. Setelah menerima laporan ini, ia segera berkoordinasi dengan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Bantuan Hukum Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia serta Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Laos.
“Alhamdulillah, setelah melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan KBRI di Laos, pihak terkait langsung menjalin komunikasi dengan Imigrasi Laos untuk memastikan perlindungan terhadap para korban. Berkat upaya tersebut, ketiganya akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia dan tiba di Bandara Kualanamu pada Selasa lalu,” ujar Haji Uma, Kamis (20/2/2025).
Modus Perekrutan dan Perlakuan yang Dialami Korban
Berdasarkan keterangan para korban, mereka telah bekerja di Laos selama kurang lebih lima bulan. Ketiganya awalnya tertarik dengan tawaran pekerjaan yang mereka temukan melalui media sosial. Mereka dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi yang membuat mereka tergoda untuk segera berangkat ke luar negeri.
Namun, sesampainya di Laos, kenyataan yang mereka hadapi sangat jauh dari ekspektasi. Mereka justru dipaksa bekerja sebagai penipu daring (scammer) dan harus menghadapi berbagai bentuk kekerasan fisik maupun mental. Kondisi kerja yang tidak manusiawi tersebut membuat mereka merasa terjebak dan mencari cara untuk melarikan diri.
Keinginan untuk kabur semakin kuat setelah paspor mereka, yang sebelumnya disita oleh pihak perusahaan, dikembalikan akibat adanya razia yang dilakukan oleh otoritas setempat. Kesempatan tersebut mereka manfaatkan untuk segera meninggalkan tempat kerja mereka dan mencari perlindungan ke imigrasi Laos.
“Modus yang digunakan dalam kasus ini adalah menawarkan pekerjaan melalui tautan di media sosial. Mereka dijanjikan gaji tinggi, kemudian mengurus paspor dan berangkat ke Laos dengan harapan mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun, kenyataan yang mereka hadapi sangat berbeda. Mereka justru dipaksa bekerja sebagai scammer dan mengalami berbagai tindakan kekerasan,” jelas Haji Uma.
Kondisi Saat Ini dan Imbauan kepada Masyarakat
Setelah melewati berbagai proses administratif dan diplomatik, ketiga korban kini telah kembali ke kampung halaman masing-masing di Aceh dan berkumpul dengan keluarga mereka. Haji Uma menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah berperan dalam membantu pemulangan para korban dan memastikan mereka dalam kondisi yang aman.
Dalam kesempatan ini, ia juga memberikan peringatan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menerima tawaran pekerjaan di luar negeri, terutama yang berasal dari media sosial atau agen tenaga kerja yang tidak resmi. Banyak kasus TPPO bermula dari iming-iming gaji besar dan pekerjaan mudah, tetapi pada kenyataannya, banyak tenaga kerja yang justru mengalami eksploitasi dan sulit untuk keluar dari kondisi tersebut.