
Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman: Kasus Silfester Matutina Adalah Contoh Impunitas Karena Politik
Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman: Kasus Silfester Matutina Adalah Contoh Impunitas Karena Politik
Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman angkat bicara mengenai kasus Silfester Matutina yang belakangan menjadi sorotan publik. Menurutnya, kasus ini mencerminkan praktik impunitas yang dipicu oleh kepentingan politik.
Pernyataan tersebut menjadi pengingat bahwa hukum di Indonesia masih berhadapan dengan tantangan serius ketika menyentuh kepentingan pihak-pihak berpengaruh.
Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman: Kasus Silfester Matutina Adalah Contoh Impunitas Karena Politik
Silfester Matutina dikenal sebagai figur yang terlibat dalam sejumlah kasus hukum, namun penanganannya dinilai tidak transparan dan terkesan lambat.
Beberapa pihak menuding adanya intervensi politik yang membuat proses hukum berjalan tidak sebagaimana mestinya.
Kasus ini memicu perdebatan luas di kalangan pegiat hukum, aktivis, hingga masyarakat umum, karena dianggap sebagai cerminan lemahnya supremasi hukum ketika bersinggungan dengan kekuasaan.
Pandangan Marzuki Darusman
Dalam pernyataannya, Marzuki Darusman menegaskan bahwa impunitas—yakni kondisi di mana pelaku pelanggaran hukum tidak mendapatkan hukuman setimpal—sering kali terjadi karena faktor politik. Ia menyebut, kasus Silfester adalah contoh nyata di mana jalannya proses hukum dipengaruhi oleh kekuatan di luar lembaga penegak hukum.
Marzuki mengingatkan bahwa selama hukum masih bisa diintervensi, keadilan yang diharapkan masyarakat akan sulit terwujud. Ia mendorong adanya reformasi mendalam pada sistem hukum agar setiap kasus bisa ditangani secara objektif dan tanpa diskriminasi.
Dampak Impunitas terhadap Penegakan Hukum
Impunitas bukan hanya melemahkan kepercayaan publik terhadap hukum, tetapi juga berpotensi menciptakan preseden buruk. Jika pelanggaran hukum dapat dibiarkan tanpa konsekuensi, pelaku lain akan merasa bebas mengulangi perbuatannya.
Bagi masyarakat, fenomena ini menimbulkan rasa frustrasi dan ketidakpercayaan kepada lembaga hukum. Lebih jauh, impunitas bisa menggerus legitimasi negara di mata warganya.
Peran Politik dalam Menghambat Proses Hukum
Marzuki menyoroti bagaimana kepentingan politik dapat menyusup ke dalam proses hukum. Mulai dari tekanan terhadap aparat penegak hukum, penggunaan pengaruh untuk mengatur arah penyidikan, hingga pengambilan keputusan yang tidak berpihak pada kebenaran.
Menurutnya, selama politik dan hukum belum terpisah secara tegas, potensi campur tangan seperti dalam kasus Silfester Matutina akan terus ada.
Seruan untuk Reformasi Sistem Hukum
Marzuki mendorong langkah reformasi sistem hukum yang menyeluruh. Ia mengusulkan penguatan independensi lembaga penegak hukum, peningkatan transparansi, dan perlindungan bagi aparat dari intervensi politik.
Ia juga menekankan pentingnya partisipasi publik dalam mengawasi proses hukum, agar masyarakat bisa memastikan bahwa hukum berjalan sesuai prinsip keadilan.
Respon Publik dan Pengamat Hukum
Pernyataan Marzuki Darusman mendapat sambutan dari sejumlah pengamat hukum yang sepakat bahwa kasus Silfester adalah cerminan masalah struktural. Mereka menilai, pernyataan mantan Jaksa Agung tersebut seharusnya menjadi pemicu perbaikan yang nyata, bukan sekadar wacana.
Di sisi lain, masyarakat melalui media sosial banyak mengungkapkan kekecewaan dan tuntutan agar penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu.
Kesimpulan
Kasus Silfester Matutina, menurut Marzuki Darusman, adalah potret nyata bagaimana kepentingan politik bisa menghambat proses hukum dan menciptakan impunitas. Tanpa reformasi yang serius, fenomena ini akan terus berulang dan melemahkan kepercayaan publik terhadap hukum.
Baca juga:Aditya Pembunuh Pegawai BPS di Malut Terancam Hukuman Mati