Ungkap Penyalahgunaan Pupuk Bersubsidi Polda Kalimantan Tengah (Polda Kalteng) mengungkap kasus tindak pidana penyalahgunaan pupuk bersubsidi
tanpa izin di Kota Palangka Raya sebanyak 2,5 ton.
Pengungkapan ini menunjukkan komitmen kuat Polda Kalteng dalam menjaga distribusi pupuk bersubsidi agar tepat sasaran, khususnya untuk mendukung kebutuhan petani.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Kalteng mengungkapkan bahwa pupuk bersubsidi yang disita diduga
akan dijual ke pihak lain dengan harga jauh lebih tinggi daripada harga yang ditetapkan pemerintah.
Ungkap Penyalahgunaan Pupuk Bersubsidi Kota Palangka Raya
Modus ini berpotensi merugikan petani kecil yang sangat bergantung pada pupuk bersubsidi untuk meningkatkan hasil panen mereka.
Penyelidikan awal mengungkap bahwa oknum yang terlibat memanfaatkan kelangkaan pupuk di pasaran untuk mengambil keuntungan pribadi.
“Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait adanya penjualan pupuk bersubsidi jenis NPK Phonska di media sosial Facebook melalui Marketplace,” kata Erlan.
Dia juga menuturkan, dalam menjalankan aksinya itu pelaku membeli pupuk bersubsidi jenis NPK Phonska yang tidak terdaftar dalam sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok tani
di Kabupaten Kapuas, untuk selanjutnya akan dijual di Kota Palangka Raya, dengan metode pembeli datang ke rumah RA.
Dirinya juga menyebut, dengan dilakukannya tindakan ini merupakan bukti keseriusan Polda Kalteng dalam mendukung program Presiden RI Prabowo Subianto
yang menekankan pentingnya jaminan ketersediaan pupuk untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.
“Kami menegaskan akan terus melakukan pengawasan ketat terhadap distribusi pupuk bersubsidi agar benar-benar sampai ke tangan petani.
Barang bukti berupa 50 karung pupuk bersubsidi dengan total berat 2,5 ton kini telah diamankan Selain itu, petugas juga berhasil menangkap dua tersangka yang diduga terlibat dalam kasus ini.
Petugas berhasil mengamankan satu unit mobil jenis pikap, satu nota pembelian pupuk yang dikeluarkan UD Avisa Tani.
“Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya pelaku akan disangkutkan dengan Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955, dengan hukuman penjara paling lama dua tahun dan denda sebesar Rp100 juta,” demikian Eddy.